Akuifer merupakan formasi geologi yang jenuh sehingga dapat dijadikan pemasok air dalam jumlah yang ekonomis (jumlahnya cukup untuk suatu keperluan seperti domestik, pertanian, peternakan, industri dan lainnya). Oleh sebab itu formasi ini harus mampu menyimpan dan melewatkan air. Serta suatu unit geologi yang jenuh dan mampu memasok air kepada sumur atau mata air sehingga dapat digunakan sebagai sumber air. Istilah lain adalah water bearing formation (formasi yang mengandung air) atau juga groundwater reservoir (waduk air tanah). Untuk dapat berpungsi sebagai akuifer, suatu batuan haruslah berpori atau berongga yang berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak dari rongga ke rongga (M Akib Abro).
Menurut Hendra Bakti,
Air tanah merupakan air yang tersimpan dibawah permukaan tanah dan pergerakannya mengikuti hukum-hukum fluida. Keberadaanya di alam sangat tergantung dari ada tidaknya batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang bearti atau dalam hal ini disebut sebagai akuifer secara alami tidak semua batuan dapat bertindak sebagai akuifer mengingat akan sangat bergantung pada ruang antar butiran (pori-pori batuan) dan permeabilitasnya. Tentunya batu pasir atau
batuan sedimen berbutir kasar memiliki persyaratan untuk itu, terutama batuan-batuan yang belum terkompakan (unconsolidatet rock), karena itu juga sangat tergantung pada umur batuan.
Secara umum dalam ilmu hidrogeologi, akifer merupakan suatu batuan/formasi yang mempunyai kemampuan menyimpan dan mengalirkan airtanah dengan jumlah yang berarti (significant). Batuan-batuan yang berumur tua biasanya telah mengalami kompaksi dan sementasi sehingga ruang antar butiran menjadi rapat termampatkan, menyebabkan tidak bisa menampung dan meloloskan air dalam jumlah banyak dan bahkan menjadi kedap air (impermeable). Dengan kata lain permeablitas dan porositasnya kecil demikian juga halnya dengan batuan beku dan batuan metamorfik. Pada zona-zona seperti ini sangat sulit sekali diharapkannya ada air tanah kecuali batuan-batuan tersebut banyak mengandung rekahan (fracture) yang selanjutnya disebut sebagai akuifer
rekahan (fracture akuifer) Rekahan dapat disebabkan oleh tiga kemungkinan yaitu :
(1) Pendinganan yang berlangsung pada saat pembentukan batuan,
(2) erosi batuan dan pelepasan tekanan dari overburden,
(3) efek struktur regional (flexing and faulting).
Batuan beku dan metamorfik memilki porositas yang kecil karena kristalnya yang saling interlocking. Kombinasi proses pelapukan (weathering) dan fracturing menyebabkan meningkatnya porositas. Batuan yang memilki rekahan porositasnya akan meningkat 2-5% sedangkan akibat pelapukan porositasnya meningkat 30-60%, akibatnya kemampuan air meresap kedalam batuan menjadi lebih besar.
A. Jenis Jenis Akuifer
Berdasarkan litologinya, akuifer dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
1. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan adalah air tanah dalam akuifer tertutup lapisan impermeable, dan merupakan akuifer yang mempunyai muka air tanah. Unconfined Aquifer adalah akuifer jenuh air (satured). Lapisan pembatasnya yang merupakan aquitard, hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard di lapisan atasnya, batas di lapisan atas berupa muka air tanah. Permukaan air tanah di sumur dan air tanah bebas adalah permukaan air bebas, jadi permukaan air tanah bebas adalah batas antara zone yang jenuh dengan air tanah dan zone yang aerosi (tak jenuh) di atas zone yang jenuh. Akuifer jenuh disebut juga sebagai phriatic aquifer, non artesian aquifer atau free aquifer (Wuryantoro, 2007).
Air tanah ini banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan dengan kedalaman sumur umumnya antara 1 – 25 meter. Air tanah bebas masih merupakan sumber utama air bersih bagi sebagian besar penduduk dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatannya dilakukan dengan cara pembuatan sumur gali dan sumur pantek pada kedalaman kurang dari 20 meter di bawah permukaan, umumnya terdapat pada lapisan pasir, pasir kerikilan, tufa pasiran dan pasir lanauan. Air tanah bebas di dataran aluvial terdapat dalam lapisan pasir, pasir lempungan, pasir kerikilan dan pasir lempungan.
Mutu air tanah bebas bervariasi dari baik hingga jelek, asin rasa airnya hingga tawar, berwarna keruh hingga jernih. Kesadahannya berkisar antara 8,5 – 16,7, pH sekitar 6,7 – 11,2, sisa kering 353 – 580, sisa pijar 252 – 420, kadar kandungan ion klorida berkisar 25,5 – 6.685 mg/l, SO4 antara 40,5 – 246,9 mg/l. Khususnya untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, kandungan air tanah bebas di dataran aluvial terkecuali daerah-daerah sekitar pantai, pemanfaatannya masih dapat dikembangkan. Sedangkan untuk daerah-daerah yang terletak sekitar 1 – 3 km dari garis pantai, penggunaan air tanah bebasnya sangat terbatas sekali disebabkan asin hingga payau rasa airnya. (Anonim3, 2008).
1.
2. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer dimana air tanah terletak di bawah lapisan kedap air (impermeable) dan mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada lapisan pembatasnya, karena confined aquifer merupakan akuifer yang jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas dan bawahnya.
3. Akuifer bocor (Leakage Aquifer)
Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu akuifer dimana air tanah terkekang di bawah lapisan yang setengah kedap air sehingga akuifer di sini terletak antara akuifer bebas dan akuifer terkekang.
4. Akuifer melayang (Perched Aquifer)
Akuifer yang disebut akuifer melayang jika di dalam zone aerosi terbentuk sebuah akuifer yang terbentuk di atas lapisan impermeable. Akuifer melayang ini tidak dapat dijadikan sebagai suatu usaha pengembangan air tanah, karena mempunyai variasi permukaan air dan volumenya yang besar.
Sedangkan menurut Kruseman dan deRieder, 1994. Berdasarkan sifat fisik dan kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
- Akifer bebas, yaitu akifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan merupakan airtanah dangkal (umumnya <20 m), umum dijumpai pada daerah endapan aluvial. Airtanah dangkal adalah airtanah yang paling umum dipergunakan sebagai sumber airbersih oleh penduduk di sekitarnya.
- Akifer setengah tertekan, disebut juga akifer bocor (leaky aquifer), merupakan akifer yang ditutupi oleh lapisan akitard (lapisan setengah kedap) di bagian atasnya, dapat dijumpai pada daerah volkanik (daerah batuan tuf).
- Akifer tertekan (confined aquifer), yaitu akifer yang terletak di antara lapisan kedap air (akuiklud), umumnya merupakan airtanah dalam (umumnya > 40 m) dan terletak di bawah akifer bebas. Airtanah dalam adalah airtanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada airtanah dangkal, oleh karenanya umum dipergunakan oleh kalangan industri termasuk di dalamnya kawasan pertambangan (Iskandarsyah, 2008).
Gambar Ilustrasi tiga jenis akuifer menurut kruseman dan deRieder, 1994
Struktur geologi sangat berpengaruh terhadap arah gerakan air tanah, tipe dan potensi akuifer.
Stratigrafi yang tersusun atas beberapa lapisan batuan akan berpengaruh terhadap akuifer, kedalaman dan ketebalan akuifer, serta kedudukan air tanah. Jenis dan umur batuan juga berpengaruh terhadap daya hantar listrik, dan dapat menentukan kualitas air tanah. Pada mulanya air memasuki akuifer melewati daerah tangkapan (recharge area) yang berada lebih tinggi daripada daerah buangan (discharge area).
Daerah tangkapan biasanya terletak di gunung atau pegunungan dan daerah buangan terletak di daerah pantai. Air tersebut kemudian mengalir kebawah karena pengaruh gaya gravitasi melalui pori-pori akuifer. Air yang berada dibagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar oleh berat air diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena akuifer terisolasi oleh akiklud diatas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang impermeabel dengan konduktivitas hidrolik sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air melewatinya. Jika sumur di bor hingga confined aquifer, maka air akan memancar ke atas melawan gaya gravitasi bahkan hingga mencapai permukaan tanah. Sumur yang airnya memancar keatas karena tekanannya sendiri di sebut sumur artesis (Wuryantoro, 2007).