Friday 6 November 2015

Posted by ihsan On 22:32

Slope mass rating (SMR) merupakan sistem klasifikasi massa batuan yang dirancang khusus untuk lereng. Metode ini dikemukakan oleh Romana (1985). Sistem ini mendasarkan pada hasil RMR dengan memberikan beberapa penyelarasan. Parameter yang dibutuhkan untuk klasifikasi slope mass rating (SMR) adalah; Arah kemiringan (dip direction) dari permukaan lereng (αs), Arah kemiringan (dip direction) diskontinuitas (αj), sudut kemiringan diskontinuitas (βj).

Romana (1985) mengembangkan suatu sistem klasifikasi slope mass rating (SMR) yang memungkinkan sistem RMR diaplikasikan untuk menganalisis kemantapan lereng. SMR menyertakan bobot parameter pengaruh orientasi kekar terhadap metode penggalian lereng yang diterapkan. Hubungan antara slope mass rating (SMR) dengan rock mass rating (RMR) ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
Untuk Longsoran Bidang dan Longsoran Baji;
  • F1 = αj - αs
  • F2 =  βj
  • F3 = βj - βs

Dengan demikian persamaan SMR untuk longsoran bidang dan longsoran baji menjadi:

 
Untuk Longsoran Guling atau Topling;

  • F1 = αj - αs -180
  • F2 =  βj
  • F3 = βj - βs
Dengan demikian persamaan SMR untuk longsoran topling menjadi:

Untuk nilai F4 dapat dilihat pada gambar dibawah ini
Sebagai keterangan;
αj = dip dir. kekar       βs = dip lereng
βj = dip kekar              αs = dip dir. lereng
P = longsoran bidang T = longsoran guling

Bobot kriteria faktor koreksi yang dihitung berdasarkan paralelisme antara orientasi lereng dengan orientasi kekar, dapat dilihat pada tabel berikut ini;


Setelah niai SMR diperoleh, maka nilai tersebut akan berada dalam salah satu kelas dengan nilai bobot tertentu. Tabel 3 mendeskripsikan setiap kelas pada sistem klasifikasi SMR.


Jika ada yang ingin di diskusikan silahkan koment :)
Posted by ihsan On 21:48
Pada dasarnya seluruh metoda analisis kemantapan lereng memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memperoleh lereng yang optimal maksudnya adalah dengan kondisi aman tetapi tetap ekonomis untuk direalisasikan. Secara umum tujuannya sebagai berikut: 
  1.  Menentukan kondisi kestabilan lereng  
  2. Memperkirakan bentuk keruntuhan atau longsoran yang mungkin terjadi.  
  3. Memprediksi tingkat kerawanan lereng terhadap resiko longsor.   
  4. Merancang suatu lereng yang optimal dan memenuhi kriteria keamanan dan kelayakan yang ekonomis. 
Maka penyelidikan lapangan dan laboratorium harus dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan data-data hasil pengujian laboratorium yang nantinya akan sangat berpengaruh pada kekuatan massa batuan sebagai parameter input dalam perhitungan nilai faktor keamanan, metode perhitungan kestabilan lereng ini dapat dikatakan metode untuk mengetahui nilai faktor keamanan yang paling sederhana, ada banyak metode yang dapat digunakan seperti Bishop, Fellenius, Morgenstern Price, Janbu dan masih banyak metode yang lainnya yang nanti akan dibahas pada bagian lain.. 

Hoek sendiri memberikan beberapa kriteria untuk lereng yang stabil, saya tampilkan pada gambar dibawah ini;


Parameter ini didapat dari hasil pengujian fisik batuan dan pengujian mekanik batuan seperti nilai kuat tekan batuan (UCS), kohesi, sudut geser dalam, densitas material, dan banyak lagi yang nanti akan kita bahas pada kesempatan lain. 

Dalam penyelidikan tersebut juga harus dilakukan investigasi dan pemantauan lapangan secara rutin untuk mengevaluasi potensi-potensi bahaya pada lereng. Identifikasi kondisi air tanah pada daerah pengamatan dilakukan terhadap kondisi rembesan air yang dijumpai yaitu: 
  • kering (completely dry),
  •  lembab (damp), 
  • basah (wet), 
  • menetes (dripping) 
  • dan mengalir (flowing). 

Pada penggambaran pola air tanah metode yang dikemukakan oleh Hoek and Bray dimana metode ini menggambarkan lima buah pola aliran tanah dari kondisi kering sampai kondisi jenuh, seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisa lereng dengan metoda Hoek dan Bray adalah sebagai berikut:
  1. Tentukan kondisi air tanah yang akan terjadi pada lereng dan pilih chart yang paling mendekati kondisi tersebut.
  2. Hitung nilai rasio tak berdimensi c/(gH.tanf) dan temukan nilai ini pada skala sirkular bagian luar. 
  3. Ikuti garis radial dari nilai pada langkah 2 sampai perpotongannya dengan kurva kemiringan lereng. 
  4. Temukan harga tanf/F atau c/gHF yang sesuai dan hitung Faktor Keamanan.


Berikut chart Hoek and Bray berdasarkan dari kondisi air tanahnya, seperti yang dijelaskan pada tabel sebelumnya.




Sebagai contoh pada analisis fk lereng, dianalisis dengan kondisi lereng natural, dengan data masukan untuk metoda grafis Hoek and Bray sebagai berikut:








  
Berdasarkan analisis menggunakan metoda grafis Hoek and Bray diperoleh nilai faktor keamanan lereng dengan kondisi lereng natural, sebesar pada nilai kritisnya 1,047 FK < 1,25 artinya lereng berada pada kondisi tidak aman.



Jika masih ada bagian yang tidak jelas atau sekedar untuk diskusi silahkan komen :)





Tuesday 4 November 2014

Posted by ihsan On 05:30
Mesin bor tumbuk yang biasa disebut “cable tool” atau “spundder ring” dioperasikan dengan cara mengangkat dan menjatuhkan alat bor berat secara berulang-ulang kedalam lubang bor. Mata bor akan memecahkan batuan terkonsolidasi menjadi kepingan kecil atau akan melepaskan butiran-butiran pada material urai. Kepingan atau hancuran tersebut setelah bercampur dengan air di dalam lubang bor akan membentuk campuran lumpur dengan fragmen batuan (slurry) pada bagian dasar lubang bor. Jika di dalam lubang bor tidak dijumpai, maka perlu ditambahkan air guna membentuk slurry. Jumlah tertentu akan mengurangi daya tumbuk bor. Bila kecepatan laju pemboran sudah menjadi sangat lambat , slurry harus di angkat kepermukaan dengan menggunakan timba (Bailer) atau “Sand pump”.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan laju pemboran (penetrasi) dalam pemboran tumbuk diantaranya adalah: 
 
  1. Kekerasan lapisan batuan
  2. Diameter kedalam lubang bor 
  3. Jenis mata bor 
  4. Kecepatan dan jarak tumbuk 
  5. Beban pada alat bor

Peralatan peralatan utama dari bor tumbuk :
  1. Tenaga Penggerak, biasanya berupa mesin dan listrik. Pada mesin penggerak itu ada klos-klos (spindle) untuk tempat kabel.Dengan perantaran handel-handel (satu untuk menggulung dan mengulur dan lainnya untuk mengerem) kabel dapat diatur. Bila di inginkan menumbuk , kabel itu mula-mula digulung. Pahat dengan sendirinya akan terangkat. Setealah cukup tinggi, handel rem dilepaskan.Dengan demekian pahat akan menumbuk batuan dibawahnya.
  2. Menara, Kebanyakan Menara bor tumbuk terdiri dari ataas satu tiang yang sudah menjadi satu dengan kendaraan (build in). Karena itu menra tersebut dinamakan menara "single pole". Untuk mendirikan dan merobohkannaya, cukup dengan handel saja. Pada waktu pemboran sebaiknya "swivel" dan meja putar dikesampingkan agar tidak terkena tumbukan. 
  3. Kabel, dibuat dari baja dan digulung pad klos-klos mesin penggerak.Dengan melalui kerekan, kabel itu selanjutnya dihubungkan dengan pahat. Panjang kabel itu 25 mm atau 50 m, dan seterusnya menurut kebutuhan. 
  4. Pahat. dibuat dari baja juga. 
  5. Pipa Pelindung (casing), unntuk menjaga agar lubang bor yang telah jadi tidak kembali runtuh. Bila sukar cara memasukkan pipa tersebut, dilakukan dengan tumbukan juga. 
  6. Timba, Bor tumbuk dinamakan pula bor kering, artinya tidak menggunakan cairan untuk pembilasan (flushing). Berarti Pompa air yang biasanya sudah ada pad kendaraan bor tidak berfungsi lagi. Karena Bor tumbuk tidak menggunakan pompa air, maka dalam transportnya lebih ringan daripada bor putar. 
  7. Kapasitas mesin bor tunbuk sangat tergantung pada berat perangkat penumbuk yang merupakan fungsi dari diameter mata bor, diameter dan panjang drill-stemnya. Adapun beberapa kelebihan dan kekurangan mesin bor tumbuk jika dibandingkan denngan mesin bor putar dapat dijelaskan sebagai berikut:
Walaupun bor tumbuk ini biasanya dipasang pada suatu truk atau traktor, namun ada kalanya mesin langsung dipasang diatas tanah. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pekerjaan pemboran yaitu, landasan mesin bor, landasan ini harus dipersiapkan dengan letak yang betul. Landasan ini perlu stabil mesinnya bisa selalu dalam keadaan mantap dan dapat menahan mesin bor serta peralatannya. Juga memudahkan operator bekerja dengan leluasa. Ukuran landasanya itu minimum 3,5 X 3,5 meter. Demikian pula pada pemboran dasar sungai, untuk memudahkan dan keamanan, maka sesuai jaminan perlu dibuat “andang-andang” (scaffolding), dalam suatu rencana pekerjaan pemboran dasar sungai dan ini berarti penambahan biaya maupun waktu.
Posted by ihsan On 03:45
Rotary drilling machine atau mesin bor putar adalah metode pemboran yang menggunakan aksi putaran untuk melakukan Penetrasi terhadap batuan. Pada mesin bor putar lubang bor dibentuk dari pemboran dengan mekanisme putar dan disertai pembebanan. Berdasarkan sistem penetrasinya, metode roraty terdiri dari 2 metode yaitu; system tricone dan drag bit. Tricone bit dengan hasil penetrasinya berupa gerusan dan drag bit dengan hasil penetrasinya berupa potongan (cutting).

Secara umum prinsip kerja operasi mesin bor putar dijabarkan sebagai berikut;

  1. Lubang dalam formasi dibuat oleh gerakan putar dari pahat untuk mengeruk batuan dan menembus dengan suatu rangkaian batang bor yang berlobang (pipa).
  2. Rangkaian pipa bor disambungkan pada mesin sumber penggerak dengan berbagai macam alat transmisi, seperti kelly dan rotary table, chuck ataupun langsung.
  3. Sumber penggerak (mesin bensin, diesel dan sebagainya) atau dengan perantaraan kompresor/motor listrik.
  4. Pelumas/pendingin (air, lumpur, udara). Cairan pelumas dipompakan lewat pipa, keluar lewat pahar bor kembali lewat lobang bor di luar pipa (casing) atau sebaliknya.
  5. Pompa sebagai penggerak/penekan cairan pelumas.
  6. Pipa/batang di atas tanah ditahan/diatur dengan menggantungkannya pada suatu menara/derrick dengan sistem katrol atau dipandu lewat suatu rak (rack) untuk keperluan menyambungnya atau mencabut serta melepaskannya dari rangkaian.
  7. Untuk memperdalam lubang bor rangkaian pipa bor ditekan secara hidrolik atau mekanik maupun karena bebannya sendiri.
  8. Conto batuan hasil kerukan mata bor didapatkan sebagai Serbuk bor (drill-cuttings) yang dibawa ke permukaan oleh lumpur bor atau air. Serbuk penggerusan batuan dibawa oleh air ke permukaan sambil mendinginkan mata bor dan juga inti bor (drill core) yang diambil melalui bumbung pengambil inti (core barrel).
  9. Untuk pengambilan inti mata bor yang digunakan bersifat bolong di tengah sehingga batuan berbentuk cilinder masuk ke dalamnya dan ditangkap oleh core barrel. Mata bor ini biasanya menggunakan gigi dari intan atau baja tungsten.
  10. Bumbung inti (core barrel) diangkat ke permukaan dicabut dengan mengangkat seluruh rangkaian batang bor ke permukaan setiap kali seluruh bumbung terisi dan dicabut lewat tali kawat (wireline) melalui lubang pipa dengan kabel).
  11. Pipa selubung penahan runtuhnya dinding lubang bor (casing) dipasang setiap kedalaman tertentu tercapai, untuk kemudian dilanjutkan dengan matabor yang berukuran kecil (telescoping). Pipa selubung dipasang untuk mengatasi adanya masalah seperti masuknya air formasi secara berlebihan (water influks), kehilangan sirkulasi lumpur pemboran karena adanya kekosongan, dalam formasi, atau lemahnya lapisan yang ditembus.

Bor putar memberaikan batuan dengan memutar mata bor dan selain itu juga harus memberikan tekanan pada mata bor. Untuk operasi pengeboran vertikal ke bawah (downward) maka berat dari rangkaian bor secara otomatis akan memberikan tekanan kepada mata bor. Pada kondisi tertentu juga sering digunakan pipa khusus sebagai pemberat (drill collar) tepat di atas mata bor. Disamping itu tekanan juga bisa dihasilkan dari unit transmisi hidrolik mesin bor. Terdapat tiga metode dalam memutar rangkaian bor yaitu:

  1. Dengan memutar meja putar (rotary table) yang berhubungan langsung dengan pipa (stang bor), dalam hal ini unit pemutar bersifat statis. Putaran vertikal yang dihasilkan oleh mesin penggerak diubah menjadi putaran horisontal oleh sebuah meja putar yang pada bagian bawahnya terdapat alur-alur berpola konsentris.
  2. Dengan memutar pipa (stang bor) langsung oleh unit pemutar (mesin bor) yang juga ikut bergerak ke bawah (top drive) sehingga unit pemutar bersifat dinamis.
  3. Memutar mata bor dengan unit turbin pemutar di dalam lubang bor (downhole turbine).

Disamping tenaga putaran, kemajuan pengeboran juga sangat dipengaruhi oleh tekanan yang berasal dari beban rangkaian bor itu sendiri atau ditambah dengan tekanan hidrolik dari pompa mesin bor. Pengeboran putar hidrolik mengkombinasikan tekanan hidrolik, beban rangkaian bor, dan tenaga putaran ke mata bor untuk memberaikan formasi. Top drive adalah salah satu jenis pengeboran yang menggunakan tekanan hidrolik pada unit pemutar dinamis. Sementara pada unit pemutar statis, tekanan hidrolik dari pompa ditransmisikan ke rangkaian bor melalui spindle.

Friday 24 October 2014

Posted by ihsan On 06:58
Keberadaan air di bumi mengalami proses alam yang berlanjut dan berputar sehingga membentuk suatu siklus atau daur ulang. Dengan demikian jumlah air yang ada di bumi merupakan satu kesatuan yang utuh dan bersifat tetap. Proses pengurangan dan pengisian kembali sumber-sumber air di bumi dari suatu tempat ke tempat yang lain membutuhkan waktu yang lama dan diatur dalam suatu siklus tertutup yang disebut dengan siklus hidrologi yang melibatkan elemen-elemen: presipitasi, evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, infiltrasi, dan limpasan di permukaan (surface run of).


Proses siklus hidrologi ini bermula dari panas dari matahari yang menguapkan air di permukaan bumi. Uap air akan memasuki atmosfer dan bergerak mengikuti gerakan udara. Beberapa bagian akan mengumpul dan jatuh sebagai hujan dan salju kemudian mengalir kembali ke laut, sebagian daripadanya akan tertinggal di darat. Begitupula hujan yang jatuh ke permukaan akan mengalir ke
laut (Rusli HAR).

Air yang berada di bumi merupakan lapiran hidrosfer yang berjumlah 1,3-1,4 milyar Km³, Feth (1973) dan Fetter (1994). Dari jumlah tersebut hanya sekitar 2,5% berupa air tawar dan hanya sekitar 220.000 km³ diantaranya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Alamiahnya jumlah air di bumi berjumlah tetap, tetapi air di bumi mengalami proses perubahan seperti air di permukaan bumi mengalami proses menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan kembali jatuh ke bumi. Kejadian ini disebut presipitasi yang dapat berbentuk hujan, salju atau embun. Peristiwa perubahan air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan penguapan air dari tanaman disebut transipirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara bersama-sama maka disebut evapotranspirasi. 

Berikut proses proses daur hidrologi
  1. Presipitasi, Proses perubahan uap air menjadi bentuk salju, air hujan, dan lain-lain di atmosfer yang kemudian jatuh ke atas vegetasi, batuan, permukaan tanah, permukaan air, dan saluran-saluran sungai 
  2. Intersepsi, Proses penangkapan air oleh vegetasi, yang kemudian bertranspirasi dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes atau sebagai aliran batang (melalui batang pohon).
  3. Evaporasi,  Proses penguapan air dari daratan, lautan, sungai, dan danau ke udara. 
  4. Transpirasi , Proses menguapnya air dari vegetasi ke udara. 
  5. Evapotranspirasi , Proses gabungan dari evaporasi dan transpirasi. 
  6. Infiltrasi, Proses masuknya air ke dalam tanah pada zona tidak jenuh. 
  7. Perkolasi, Proses masuknya air dari zona tidak jenuh ke zona jenuh. 
  8. Detensi permukaan, Suatu selaput air yang tipis pada permukaan tanah setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan berinfiltrasi. 
  9. Limpasan permukaan , Aliran yang terjadi saat presipitasi lebih besar dari pada infiltrasi.
  10. Cadangan depresi, Aliran yang disimpan dalam mangkok depresi permukaan yang di peroleh dari limpasan permukaan.

Saturday 4 October 2014

Posted by ihsan On 23:27
Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan sifat fisikanya diantaranya nilai density, kekerasan, ketergerusan (grindability), warna, dan pecahan. Sedangkan sifat kimia batubara merupakan kandungan senyawa yang terkandung dalam batubara tersebut diantaranya kandungan Karbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, dan Sulfur.



1. Sifat-sifat Fisik Batubara
Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia yang membentuk batubara tersebut, semua fisik yang dikemukakan dibawah ini mempunyai hubungan erat satu sama lain.

a. Berat Jenis (Specific Gravity)
Specific gravity batubara berkisar dari 1.25 g/cm3 hingga 1.70 g/cm3, pertambahannya sesuai dengan peningkatan derajat batubara. Specific gravity batubara turun sedikit pada lignit yaitu 1.5 g/cm3 hingga bituminous yaitu 1.25 g/cm3. Kemudian akan naik lagi menjadi 1.5 g/cm3 untuk antrasit hingga 2.2 g/cm3 untuk grafit.
Berat jenis batubara sangat bergantung pada jumlah dan jenis mineral yang dikandung abu dan juga kekompakan porositasnya. Kandungan karbon juga akan mempengaruhi kualitas batubara dalam penggunaan. Batubara jenis yang rendah menyebabkan sifat pembaka-ran yang tidak baik.

b. Kekerasan
Kekerasan batubara berkaitan dengan struktur batubara yang ada. Keras atau lemahnya batubara juga terkandung pada komposisi dan jenis batubaranya. Uji kekerasan batubara dapat dilakukan dengan mesin Hardgrove Grindibility Index (HGI). Nilai HGI menunjukan nilai kekersan batubara. Nilai HGI berbanding terbalik dengan kekerasan batubara. Semakin tinggi nilai HGI , maka batubara tersebut semakin lunak. Sebaliknya, jika nilai HGI batubara tersebut semakin rendah maka batubara tersebut semakin keras.

c. Warna
Warna batubara bervariasi mulai dari berwarna coklat pada lignit hingga warna hitam legam pada antrasit. Warna variasi litotipe (batubara yang kaya akan vitrain) umumnya berwarna cerah.

d. Goresan
Goresan batubara warnanya berkisar antara terang sampai coklat tua. Lignit mempunyai goresan hitam keabu-abuan, batubara berbitumin mempunyai warna goresan hitam, batubara cannel mempunyai warna goresan dari coklat hingga hitam legam.

e. Pecahan
Pecahan dari batubara memperlihatkan bentuk dari potongan batubara dalam sifat memecahnya. Ini dapat pula memeperlihatkan sifat dan mutu dari suatu batubara. Antrasit dan batubara cannel mempunyai pecahan konkoidal. Batubara dengan zat terbang tinggi, cenderung memecah dalam bentuk persegi, balok atau kubus.

2. Sifat-sifat Kimia Batubara
Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan senyawa penyusun dari batubara tersebut. Baik senyawa organik ataupun senyawa anorganik. Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang terkandung di dalam batubara,antara lain sebagai berikut:

a. Karbon
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan peningkatan derajat batubaranya. Kenaikan derajatnya dari 60% hingga 100%. Persentase akan lebih kecil daripada lignit dan menjadi besar pada antrasit dan hamper 100% dalam grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat penting peranannya sebagai sumber panas. Karbon dalam batubara tidak berada dalam unsurnya tetapi dalam bentuk senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah karbon yang besar yang dipisahkan dalam bentuk zat terbang.

b. Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat evolusi metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam batubara berbitumin sekitar 3% hingga 3,5% dalam antrasit.

c. Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif. Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selam evolusi atau pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20% atau lebih. Sedangkan dalam batubara berbitumin sekitar 4% hingga 10% dan sekitar 1,5% hingga 2% dalam batubara antrasit.

d. Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang terbentuk sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya dan jumlahnya sekitar 0,55% hingga 3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen daripada lignit dan antrasit.
e. Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa mempunyai konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :
  • Sulfur Piritik (Piritic Sulfur),Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20% hingga 80% dari total sulfur yang terdapat dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar, dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus yang menyebar).
  • Sulfur Organik,Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% hingga 80% dari total sulfur, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan endapan.
  • Sulfat Sulfur, Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif kecil dari seluruh jumlah sulfurnya.

Wednesday 1 October 2014

Posted by ihsan On 02:22
Semua lereng berada dalam keadaan keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium), artinya mereka selalu beradaptasi dengan kondisi baru, salah satunya dengan cara gerakan massa. Ada beberapa faktor yang menyebabkan gerakan massa, hampir di semua kasus mereka bekerja saling terkait (interrelated):
  • Perubahan dalam sudut lereng (slope angle), Merupakan faktor paling utama dalam gerakan massa. Semakin curam lereng, semakin besar komponen gravitasi yang bekerja sejajar lereng, semakin tidak stabil lereng, dan semakin besar kemungkinan terjadinya gerakan massa.
  • Berkurangnya kekompakan material akibat pelapukan (weathering and climate), Semakin lapuk suatu material, semakin besar kemungkinan terjadinya gerakan massa. Tingkat pelapukan mempengaruhi kuat geser suatu batuan.
  • Bertambahnya kandungan air (water content),  Bertambahnya kandungan air menambah berat massa batuan dan sekaligus mengurangi kuat geser batuan tersebut, sehingga menambah besar kemungkinan terjadinya gerakan massa. Khusus untuk lempung yang seringkali berfungsi sebagai bidang gelincir gerakan massa, air dalam jumlah banyak dapat mengisi mengisi pori-pori dan mempermudah mineral lempung yang pipih untuk saling bergeser.
  • Perubahan tumbuhan penutup lahan (vegetation cover) Akar tumbuhan menyerap air dari suatu lereng, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya gerakan massa. Sistem akar tumbuhan juga menstabilkan lereng dengan cara mengikat partikel tanah dan merekatkan tanah pada batuan dasarnya. Bila tumbuhan penutup lereng berkurang atau hilang, maka kemungkinan terjadinya gerakan massa bertambah.
  • Pembebanan (overloading), Umumnya akibat aktivitas manusia, seperti penimbunan atau penumpukan material diatas suatu lereng. Penambahan beban menyebabkan bertambahnya tekanan air pori yang dapat mengurangi kuat geser batuan.

Faktor Geologi dalam Kestabilan Lereng


  • Perlapisan batuan yang miring searah lereng rentan terhadap gerakan massa. Bertambahnya sudut lereng akibat aktivitas sungai, bertambahnya beban massa batuan akibat bertambahnya kandungan air, dapat memicu terjadinya gerakan massa.



  • Bidang retakan miring searah lereng rentan terhadap gerakan massa. Bertambahnya lebar bidang retakan akibat pelapukan kimiawi dapat mengurangi kuat geser batuan dan menjadi faktor pemicu terjadinya gerakan massa.




Berbagai faktor tersebut menyebabkan gerakan massa dengan cara mempengaruhi ketidakstabilan lereng, namun hampir semua gerakan massa yang cepat dipicu oleh suatu gaya yang mengganggu keseimbangan lereng.Mekanisme pemicu yang paling banyak terjadi adalah 

  • Getaran gempabumi
  • Penambahan jumlah air permukaan akibat hujan yang sangat lebat. 
  • Beberapa pemicu lainnya yang tidak lazim adalah letusan gunung berapi, bunyi petir, letusan dinamit pada penambangan,