Showing posts with label Petrologi. Show all posts
Showing posts with label Petrologi. Show all posts

Saturday, 4 October 2014

Posted by ihsan On 23:27
Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan sifat fisikanya diantaranya nilai density, kekerasan, ketergerusan (grindability), warna, dan pecahan. Sedangkan sifat kimia batubara merupakan kandungan senyawa yang terkandung dalam batubara tersebut diantaranya kandungan Karbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, dan Sulfur.



1. Sifat-sifat Fisik Batubara
Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia yang membentuk batubara tersebut, semua fisik yang dikemukakan dibawah ini mempunyai hubungan erat satu sama lain.

a. Berat Jenis (Specific Gravity)
Specific gravity batubara berkisar dari 1.25 g/cm3 hingga 1.70 g/cm3, pertambahannya sesuai dengan peningkatan derajat batubara. Specific gravity batubara turun sedikit pada lignit yaitu 1.5 g/cm3 hingga bituminous yaitu 1.25 g/cm3. Kemudian akan naik lagi menjadi 1.5 g/cm3 untuk antrasit hingga 2.2 g/cm3 untuk grafit.
Berat jenis batubara sangat bergantung pada jumlah dan jenis mineral yang dikandung abu dan juga kekompakan porositasnya. Kandungan karbon juga akan mempengaruhi kualitas batubara dalam penggunaan. Batubara jenis yang rendah menyebabkan sifat pembaka-ran yang tidak baik.

b. Kekerasan
Kekerasan batubara berkaitan dengan struktur batubara yang ada. Keras atau lemahnya batubara juga terkandung pada komposisi dan jenis batubaranya. Uji kekerasan batubara dapat dilakukan dengan mesin Hardgrove Grindibility Index (HGI). Nilai HGI menunjukan nilai kekersan batubara. Nilai HGI berbanding terbalik dengan kekerasan batubara. Semakin tinggi nilai HGI , maka batubara tersebut semakin lunak. Sebaliknya, jika nilai HGI batubara tersebut semakin rendah maka batubara tersebut semakin keras.

c. Warna
Warna batubara bervariasi mulai dari berwarna coklat pada lignit hingga warna hitam legam pada antrasit. Warna variasi litotipe (batubara yang kaya akan vitrain) umumnya berwarna cerah.

d. Goresan
Goresan batubara warnanya berkisar antara terang sampai coklat tua. Lignit mempunyai goresan hitam keabu-abuan, batubara berbitumin mempunyai warna goresan hitam, batubara cannel mempunyai warna goresan dari coklat hingga hitam legam.

e. Pecahan
Pecahan dari batubara memperlihatkan bentuk dari potongan batubara dalam sifat memecahnya. Ini dapat pula memeperlihatkan sifat dan mutu dari suatu batubara. Antrasit dan batubara cannel mempunyai pecahan konkoidal. Batubara dengan zat terbang tinggi, cenderung memecah dalam bentuk persegi, balok atau kubus.

2. Sifat-sifat Kimia Batubara
Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan senyawa penyusun dari batubara tersebut. Baik senyawa organik ataupun senyawa anorganik. Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang terkandung di dalam batubara,antara lain sebagai berikut:

a. Karbon
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan peningkatan derajat batubaranya. Kenaikan derajatnya dari 60% hingga 100%. Persentase akan lebih kecil daripada lignit dan menjadi besar pada antrasit dan hamper 100% dalam grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat penting peranannya sebagai sumber panas. Karbon dalam batubara tidak berada dalam unsurnya tetapi dalam bentuk senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah karbon yang besar yang dipisahkan dalam bentuk zat terbang.

b. Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat evolusi metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam batubara berbitumin sekitar 3% hingga 3,5% dalam antrasit.

c. Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif. Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selam evolusi atau pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20% atau lebih. Sedangkan dalam batubara berbitumin sekitar 4% hingga 10% dan sekitar 1,5% hingga 2% dalam batubara antrasit.

d. Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang terbentuk sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya dan jumlahnya sekitar 0,55% hingga 3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen daripada lignit dan antrasit.
e. Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa mempunyai konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :
  • Sulfur Piritik (Piritic Sulfur),Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20% hingga 80% dari total sulfur yang terdapat dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar, dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus yang menyebar).
  • Sulfur Organik,Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% hingga 80% dari total sulfur, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan endapan.
  • Sulfat Sulfur, Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif kecil dari seluruh jumlah sulfurnya.

Friday, 20 December 2013

Posted by ihsan On 07:29
The International Handbook of Coal Petrography (1963) menyebutkan bahwa batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi. 

Sedangkan Prijono (Dalam Sunarijanto, dkk, 2008) berpendapat bahwa batubara adalah bahan bakar hidrokarbon tertambat yang terbentuk dari sisa tumbuh-tumbuhan yang terendapkan dalam lingkungan bebas oksigen serta terkena pengaruh temperatur dan tekanan yang berlangsung sangat lama. Sedang menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa ”batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan tahun. Endapan tersebut telah mengalami berbagai perubahan bentuk/komposisi sebagai akibat dari dari adanya proses fisika dan kimia yang berlangsung selama waktu pengendapannya. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam katagori bahan bakar fosil.

Batubara merupakan salah satu sumber energi fosil alternatif yang cadangannya cukup besar di dunia. Bagi Indonesia, yang sumber energi minyak buminya sudah semakin menipis, pengusahaan penggalian batubara sudah merupakan suatu keniscayaan. Hampir setiap pulau besar di Indonesia memiliki cadangan batubara, walau dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda.

Terdapat dua model formasi pembentuk batubara (coal bearing formation), yakni model formasi insitu dan model formasi endapan material tertransportasi (teori drift). Berikut akan dijelaskan masing-masing model formasi pembentuk batubara tersebut.

1). Model Formasi Insitu

Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon atau tumbuhan kuno pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada daerah rawa atau hutan basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan tumbangnya pohon-pohon kuno tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor, seperti angin (badai), dan peristiwa alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung tenggelam ke dasar rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa tanah atau batuan yang tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan pohon-pohon tersebut tetap tenggelam dan tertimbun.

Demikianlah seterusnya, bahwa semakin lama semakin teballah tanah penutup pohon-pohonan tersebut. Dalam hal ini pohon-pohon tersebut tidak menjadi busuk atau tidak berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya mengalami pengawetan alami. Dengan adanya rentang waktu yang lama, puluhan atau bahkan ratusan juta tahun, ditambah dengan pengaruh tekanan dan panas, pohon-pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.

2) Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)

Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon kuno atau sisa-sisa tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari tempat tumbuhnya. Dengan kata lain pohon-pohon pembentuk batubara itu tumbang pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air sampai berkumpul pada suatu cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke dasar cekungan, lalu ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari lokasi sekitar cekungan.
Seterusnya dengan perjalanan waktu yang panjang dan dipengaruhi oleh tekanan dan panas, maka terjadi perubahan terhadap pohon-pohon atau sisa tumbuhan itu mulai dari fase penggambutan sampai pada fase pembatubaraan.

Terdapat perbedaan tipe endapan batubara dari kedua formasi pembentukan tersebut. Batubara insitu biasanya lebih tebal, endapannya menerus, terdiri dari sedikit lapisan, dan relatif tidak memiliki pengotor. Sedangkan batubara yang terbentuk atau berasal dari transportasi material (berdasarkan teori drift) ini biasanya terjadi pada delta-delta kuno dengan ciri-ciri: lapisannya tipis, endapannya terputus-putus (splitting), banyak lapisan (multiple seam), banyak pengotor, dan kandungan abunya biasanya tinggi. 

Dari kedua teori tentang formasi pembentukan batubara tersebut di atas dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan geologi yang dipersyaratkan untuk dapat terjadinya batubara adalah: berbentuk cekungan berawa, berdekatan dengan laut atau pada daerah yang mengalami penurunan (subsidence), karena hanya pada lingkungan seperti itulah memungkinkan akumulasi tumbuhan kuno yang tumbang itu dapat mengalami penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi. Tanpa adanya penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi, maka proses perubahan dari kayu menjadi gambut dan seterusnya menjadi batubara tidak akan terjadi, malahan kayu itu akan menjadi lapuk dan berubah menjadi humus.

Terdapat dua tahapan proses pembentukan batubara, yakni proses penggambutan (peatification) dan proses pembatubaraan (coalification). Pada proses penggambutan terjadi perubahan yang disebabkan oleh makhluk hidup, atau disebut dengan proses biokimia, sedangkan pada proses pembatubaraan prosesnya adalah bersifat geokimia.

Pada proses biokimia, sisa-sisa tumbuhan atau pohon-pohonan kuno yang tumbang itu terakumulasi dan tersimpan dalam lingkungan bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem drainase (drainage system) yang jelek, dimana material tersebut selalu terendam beberapa inchi di bawah muka air rawa. Pada proses ini material tumbuhan akan mengalami pembusukan, tetapi tidak terlapukan. Material yang terbusukkan akan melepaskan unsur-unsur hidrogen (H), Nitrogen (N), Oksigen (O), dan Karbon (C) dalam bentuk senyawa-senyawa: CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya bakteri-bakteri anaerobik serta fungi merubah material tadi menjadi gambut (peat). (Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto, 2008: 5).

Sedangkan pada proses pembatubaraan (coalification), terjadi proses diagenesis dari komponen-komponen organik yang terdapat pada gambut. Peristiwa diagenesis ini menyebabkan naiknya temperatur dalam gambut itu. Dengan semakin tebalnya timbunan tanah yang terbawa air, yang menimbun material gambut tersebut, terjadi pula peningkatan tekanan. Kombinasi dari adanya proses biokimia, proses kimia, dan proses fisika, yakni berupa tekanan oleh material penutup gambut itu, dalam jangka waktu geologi yang panjang, gambut akan berubah menjadi batubara. Akibat dari proses ini terjadi peningkatan persentase kandungan Karbon (C), sedangkan kandungan Hidrogen (H) dan Oksigen (O) akan menjadi menurun, sehingga dihasilkan batubara dalam berbagai tingkat mutu (Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto, 2008: 5).


Secara berurutan, proses yang dilalui oleh endapan sisa-sisa tumbuhan sampai menjadi batubara yang tertinggi kualitasnya adalah sebagai berikut:
  1. Sisa-sisa tumbuhan mengalami proses biokimia berubah menjadi gambut (peat);
  2. Gambut mengalami proses diagenesis berubah menjadi batubara muda (lignite) atau disebut juga batubara coklat (brown coal);
  3. Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang menutupinya dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam waktu jutaan tahun, akan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous coal);
  4. Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai akibat dari semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang semakin panjang, berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);
  5. Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga batubara itu semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan warna semakin hitam mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);
  6. Antrasit, juga mengalami peningkatan tekanan dan temperatur, berubah menjadi meta antrasit (meta anthrasite);
  7. Meta antrasit selanjutnya akan berubah menjadi grafit (graphite). Peristiwa perubahan atrasit menjadi grafit disebut dengan penggrafitan (graphitization).
Dalam semua tingkatan pembentukan batubara itu terdapat berbagai unsur yang sangat mempengaruhi peringkat mutu batubaranya dan sebagai dasar pembagian klas penggunaannya. Secara garis besarnya dalam batubara terdapat unsur-unsur:
  • Kandungan air total (total moisture), yakni jumlah kandungan air yang ada pada fisik batubara, yang terdiri dari air dalam batubara itu sendiri dan air yang terbawa waktu melakukan penambangan.
  • Kandungan air bawaan (inheren moisture), yakni air yang ada dalam batubara itu mulai saat awal pembentukannya. Kadar air itu pada dasarnya akan mempengaruhi nilai batubara, artinya semakin tinggi kandungan air, maka semakin rendahlah mutu batubara tersebut.
  • Kandungan zat terbang (volatile matter), adalah semua unsur yang akan menguap (terbang) waktu batubara itu mengalami pemanasan. Volatile matter yang tinggi akan menyebabkan mutu batubara jadi rendah, karena pada intinya volatile matter tidak memberikan nilai kalor. Batubara dengan volatile matter tinggi, yang tertumpuk pada stockpile, akan mudah mengalami swabakar, terutama pada udara lembab dan adanya unsur pemicu oksidasi di dalamnya, seperti pirit dan sebagainya.
  • Total sulphur (belerang), adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan mutu batubara, karena unsur belerang yang banyak akan menyebabkan rendahnya nilai kalor dan dapat menyebabkan kerusakan pada dapur pembakaran, serta juga menyebabkan adanya gas beracun.
  • Kandungan abu (ash content), adalah sejumlah material yang didapat dari sisa pembakaran batubara. Semakin tinggi kadar abu batubara, maka semakin rendahlah mutu batubara tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, abu ini berasal dari material yang tidak dapat dioksidasi oleh oksgen.
  • Kandungan karbon tertambat (fixed carbon), adalah persentase karbon yang ada pada suatu satuan volume batubara. Semakin tinggi kadar karbon, maka semakin baguslah kualitas batubara tersebut, karena yang paling berguna dari batubara itu adalah karbon ini, karena karbonlah yang menghasilkan nilai kalori pada waktu dilakukan pembakaran batubara.
  • Nilai kalori (CV), adalah jumlah kalori yang dihasilkan per kg batubara yang dibakar. Semakin tinggi nilai kalorinya, semakin baguslah mutu batubaranya.






Friday, 25 October 2013

Posted by ihsan On 02:29

Bahan galian adalah produk dari suatu magma dimana magma merupakan larutan silica panas yang kaya akan elemen-elemen volatile dimana magma tersebut berada jauh di bawah permukaan bumi yang kemudian melalui reaksi panas dari massa padatan.

Macam-macam proses pembentukan bahan galian:

1. Magmatic Concentration
2. Sublimation
3. hydrothermal processes
4. Sedimentation
5. Metasomatism dan Metamorfisma



1. Magmatic Concentration

Terbentuknya bahan galian karena adanya diff dari magma. Magma sebagai cairan panas dan pijar merupakan sumber dari jebakan bijih yang terjadi dari bermacam-macam komponen, dimana dari masing-masing komponen mempunyai daya larut yang berlainan. Pada waktu magma naik ke permukaan bumi, maka temperature dan tekanannya akan turun. Akibatnya terjadi kristalisasi, dimana komponen yang sukar larut akan mengkristal lebih dahulu sebagai terbentuk endapan bijih. 

Proses magmatic concentration dibagi atas: 

I. Early magmatic 

Early magmatic disebabkan karena terjadi langsung dari proses magmatic mineral yang terjadi lebih cepat dari membekunya batuan silikat dan dipisahkan oleh kristalisasi diff. 

a. Dissemination 
Dimana mengkristalnya mineral-mineral terpencar tanpa adanya konsentrasi. 
Contoh: 

1. Cebakan intan di Africa Selatan didapat pada batuan ultrabasa yang disebut kimberlite. Intan ini dianggap sebagai Phenocryst yaitu kristal-kristal besar yang mengkrital dalam magma yang dalam sekali yang kemudian terangkat bersama magma sehingga didapat sebagai kejadian yang sekarang. 

2. Cebakan Corundum dalam batuan nepheline syenit di Ontaria, Canada. 


b. Segregation 
Terjadi dari hasil gravity diff dan akumulasi dari mineral-mineral. Ciri-ciri jebakan ini: 
  • hubungan dengan magma jelas 
  • endapan terdapat dalam lingkungan intrusi 
  • karena adanya gravity dif, maka dalam teksturnya menunjukkan pseudootrasigrafi. 
Contohnya Cebakan chromite di Transvall, Africa Selatan dalam batuan anorthosite yang mempunyai lapisan Cr 20-30 inch. 


c. Injection 

Bijih mineral terkonsentrasi oleh adanya kristalisasoi diff, kemudian massa ini menerobos masuk ke dalam celah-celah batuan sekelilingnya. Hubungan struktur dari jebakan dengan batuan yang diterobosnya jelas sekali menunjukkan adanya injection. 

Ciri-cirinya: 
  • adanya fragmen-fragmen batuan di dalamnya. 
  • Terdapat dike atau badan intrusi yang lain di dalam batuan aslinya. 
  • Terjadi metamorphose pada dinding batuan. 
Contohnya Cebakan Titaniferous magnetite di Cubarland dan Cebakan magnetite di faruna Swedia. 


II. Late magmatic 

Jebakan menghasilkan kristal setelah terbentuk batuan silikat sebagai bentuk sisa magma yang lebih kompleks dan mempunyai corak dengan variasi yang lebih banyak. Magma dari endpan late magmatic mempunyai sifat mobilitas tinggi. Jebakan ore mineral late magmatic terjadi setelah terbentuknya batuan silikat yang menerobos dan bereaksi dan menghasilkan rangkaian reaksi. 

Perubahan ini disebut Deuteric alteration yang terjadi pada akhir kristalisasi dari batuan beku dan cirri-cirinya hampir mirip dengan efek yang dihasilkan proses pneumatolytic atau larutan hydrothermal. 

Jebakan late magmatic terutama berasosiasi dengan batuan beku yang basic dan disebabkan oleh bermacam-macam proses differensiasi, kebanyakan jebakan mgmatic termasuk dalam golongan ini. 

a. Residual Liquid Segregation 

Dalam proses diff magma, residual magma umumnya lebih kaya akan silikat alkali dan uap air. Twetapi pada jenis magma yang basic menjadi kaya oleh Fe dan Ti. Ini adalah magma yang utama yang menghasilkan anorthosite. Plagiocelah mengkristal pertama-tama dan Fe oksida dengan atau tanpa piroxenne mengkristal belakangan. Resudual liquid tadi mungkun menerobos keluar atau bisa juga trepisah dari rongga-rongga kristal dari dapur magma dan mengkristal disitu tanpa perpindahan. 

Beberapa badan bijih yang terjadi cukup besar dan kaya untuk membetuk jebakan yang berharga. Jebakan ini umumnya sejajar dengan struktur primer btuan sekitarnya yang umumnya terdiri dari anhorthsite, norite, gabro atau batuan lain. 

Contohnya Cebakan Titanifereous magnetite di Bushveld complex di Afrika Selatan dan Cebakan platinum di Iron Mountain, Wyo. 

b. Residual Liquid Injection 

Proses ini hampir sama dengan diatas, dimana kumpulan residual liquid yang banyak mengandung Fe oleh adanya tekanan dari luar menyebabkan : 

· Liquid menerobos keluar ke tempat yang tekanannya lebih rendah ke dalam celah atau perlapisan batuan di atasnya. 

· Jika pengumpulan liquid ini tidak terjadi, maka residual liquid yang kaya Fe akan terfilter keluar membentuk late magmatic injection deposite. 

c. Immiscible Liquid Segregation 

Dalam sisa magma yang basic dari Fe-Ni-Cu Sulphide berupa saat pendinginan mereka memisah membentuk bagian yang tidak bisa bercampur mengumpul pada dasar sumber magma membentuk larutan yang terpisah. 

Contoh nya Di Sudbury Ontario, Canada terdapat cebakan bijih Ni dalam bentuk lensa yang teratur pipih disebut Marginal Deposite. Keseluruhan ini terdapat dalam batuan norite brexia dimana mineral-mineralnya adalh pyrrhotite, Chalcopyrite, Petlandite ( bijih Ca dan Ni ), magnetite, pyrote. 

Cebakan Ni, Cu Sulphide di Insizwa Afrika Selatan, mineral Pyrrhotite, Chalcopyrite, Petlandite dalam batuan gabro yang kontak dengan sedimen. Di samping itu terdapat pula au dan Ag. 

d. Immiscible Liquid injection 

Proses ini hampir sama dengan proses Immiscible Liquid Segregation di atas. Dimana pada residu liquid yang kaya akan suphide diselingi gangguan sebelum konsolidasi sehingga menyebabkan liquid menerobos ke dalam celah-celah batuan. Bentuk jebakan tidak teratur atau dapat mirip bentuk dike. 

Contohnya Cebakan di Vlacfontein, Afrika Selatan dan jebakan Nickel di Norwegia.



2. Sublimation 

Proses ini termasuk suatu proses yang kurang begitu penting dalam ganesa bahan galian. Dalam proses sublimasi terjadi penguapan yang langsung dari bentuk badan kemudian diikuti ore deposit/pengendapan dari uap tersebut pada temperatur atau tekanan yang lebih rendah. Proses ini berhubungan erat dengan gejala vulkanis adalah endapan minerqal yang terdapat disekitar gunung api fumarol, dimana kebanyakan tidak cukup besar dikerjakan, yang penting hanya beberapa endapan Sulphide, misalnya di Itali, Jepang, dan Indonesia. Sedang beberapa endapan yang tidak ekonomis seperti endapan cloridha Fe, Cu, Zn: Oksida Fe, Cu, boracic acis dan logam – logam alkali lainnya. 

3. Hyrothermal Processes 

Dalam poses differensiasi magma akan menghasilkan product akhir berupa larutan magma dimana didalamnya dapat terkonsentrasi bermacam-macam meta, disebut juga larutan hydrothermal. Larutan hydrothermal ini mengangkut mineral-mineral yang terkumpul didalam intrusi membentuk cebakan mineral-mineral yang ekonomis. 

Sesuai dengan temperatur pembentukannya dan jarak terhadap intrusi magma, menurut Lingren, proses hidrothermal dapat dibedakan atas tiga macam yaitu : 
  • Proses pada temperatur tinggi (Hypothermal) 
  • Proses pada temperatur intermedia (Misothermal) 
  • Proses pada temperatur rendah (Epithermal) 


Syarat – syarat utama untuk pembentukan hydrothermal deposite. 
  • Adanya larutan mineralisasi yang meralut dan mengankut unsur-unsur mineral. 
  • Adanya celah-celah dalam batuan tempat larutan mengalir ”E” 
  • Adanya tempat pengendapan mineral yang terkadung larutan 
  • Reaksi kimia yang ,emyebabkan pengendapan. 
  • Cukupnya konsentrasi dari unsur-unsur minreal yang diendapkan untuk membentuk cebakan yang ekonomis. 

Celah rekahan dalam batuan tempat bergeraknya larutan mineralisation dibedakan atas : 

I. Original cavities in rock 

Dalam keterangan yang lebih lanjut adalah sebagai berikut : 

a. Rongga asli (rock opening) 

Pore space = antar butir (porosyte) Permeability batuan tergantung pada : 
  • ukuran dan bentuk rongga 
  • jumlah rongga dalam satu bidang 
  • hubungan antar rongga 
b. Struktur kristal adalah rongga antara atom-atom kristal-kristal hanya dapat ditembus dengan cara difus 

c. Visicle blow hole yakni rongga-rongga yang terjadi karena gas yang keluar sewaktu magma membeku (lava basalt dan rhyolite) 

d. Volume flow drains yaitu pipa/saluran yang terjadi karena magma mengalir. 

e. Colling cracks celah yang terjadi sewaktu magma mendingin columnar jointing. 

f. Igneous breccea celah yang terjadi sewaktu magma mendingin columnar jointing. 

g. Bidang perlapisan tempat terbaik bagi proses hydrothermal. 


II. Induced cavities in Rock 

Dalam keterangan yang lebih lanjut adalah sebagai berikut : 

a. Fissures, with or without faulting, Fissure dalam batuan karena terjadi dijasnasi. 

b. Shear-zone cavities, patahan kecil dalam batuan 

c. Cavities due to folding and warping, Rongga karena perlipatan 
  • Saddle reefs 
  • Pitches and flats 
  • Anticlinal and synclinal cracking and slumping 
d. Volcanic pipes, Vulcanic pipe rongga di batuan karena peledakan. 

e. Tectonic breccias, gejala patahan membentuk rongga-rongga antarfragmen. 

f. Collapse breccias, gejala callapse—rongga 

g. Solution caves, 

h. Rock alteration opening, Rongga alterasi batuan yang mengalami alterasi mineral tak stabil akan keluar meninggalkan rongga. 


Proses hydrothermal termasuk salah satu proses uang penting dalam pembentukan bijih, karena bijih-bijih sulphide Fe,Pb,Zn, dan Cu dihasilkan oleh proses ini. 

Dua proses penting dalam proses ini adalah : 

a. Cavity Filling (Pengisian celah batuan oleh larutan mineral) 

Pengendapan dari mineral dalam proses ini akan mengisi celah dalam lorong pada umumnya terjadi dari dinding batuan menuju ke dalam secara berturut-turut. Lubang yang terakhir proses tidak terisi disebut “Vugs”. Cara pengisian celah batuan secara bertahap ini disebut “Crustification”. 

Proses cavity filling telah menghasilkan banyak cebakan mineral yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam dan beberapa dari cebakan telah menghasilkan kumpulan meter dari mineral mineral yang besar. 

Cebakan yang terbentuk dari cavity filling dapat digolongkan sebagai berikut: 

1. Fissue Veins 

Bentuk kebanyakan dari tabular pipih atau dua dimensi lebih besar dari dimensi ketiga. Celah tempat mineralisasi terjadi karena gerakan tectonic patahan. Peleburan juga sering terjadi pada bagian yang lemah oleh gaya mineralisasi pada waktu masuknya mineralisator. Bentuk celah batuan yang terjadi tergantung pada batuan induknya, dapat simple atau beraneka macam. 

Fissure (urat) yang terdapat dalam batuan diiisi oleh mineral. Fissure terjadi karena adanya pengaruh tention compression atau gaya tersendiri terhadap batuan, kedudukannnya vertikal atau bersudut 45o-90o. umumnya fissure tidak lurus baik pada strike atau dipnya. 

Contoh : Cebakan Cu di Montana, dikenal sebagai The Range Hill of Earth. Susunan mineral terdiri dari: calcopyrite, enorgite, bornite, chalcosite, tetradite dan covelite. Sedangkan batuan terdiri dari quartz dan quartz monzolite yang dimana terjadi suatu sistem patahan sebagai mineral-mineral. 

2. Shear-zone deposite (sesaran) 

Bentuknya tipis pada daerah sesaran. Ruangan yang terjadi pada sasaran ini tidak cukup untuk pengumpulan non ferrous metal sebagai cebakan ini pengumpulan telah banyak membentuk endapan yang ekonomis dalam endapan primernya. Contoh : cebakan Au dengan Phyrite di Atago New Zealand. 

Umumnya berbentuk tabung atau tabular tetapi membentuk rongga yang tipis dan jarang dalam jumlah yang besar karena kesempatan untuk mengendap kecil-kecil. 

3. Stockworks 

Stockworks adalah jalinan (rangkaian) oro bearing veinless dalam massa batuan. Tiap veinlet lebar beberapa inchi dan panjangnya beberapa feet. Daerah diantara veinlet sendiri diliputi juga oleh bijih mineral “F”. 

Contoh : cebakan Sn di Altenberg yang diliputi rangkaian celah jaringan mineral dengan diameter 3000” yang memotong batuan granite porpyri. Mineral-moneral peserta pyrite,chalcopyrite. Terrahedrite, magnetite, specularite. 

Stockworks veinlet terbentuk dari : 
  • Rekahn pada waktu pendinginan bagian atas atau nagian tepi dari batuan intrusi. 
  • Rekahan yang tidak teratur 

Contoh: 
  • Endapan Sn alluvial di Malaysia dan Indonesia berasal dari desintegrasi stockworks deposite 
  • Cebakan Au dan Ag di Quartz Hill, Gilpin Colorado 

4. Saddle Reef 

Lekukan antiklinal pada batuan sedimen yang berlapis dimana terjadi rongga pada lapisan yang kemudian diisi oleh larutan Hydrotermal lalu membentuk cebakan bahan galian bentuk seperti pelana (saddle). 

Contoh : cebakan Au di Bendigo. Batuan terdiri dari sandstone yang mengandung rekahan yang diisi quartz yang mengandung Au dengan mineral pyrite dan arsenopyrite (mesothermal lindgren). 

5. Ladder Vein 

Menurut Grout, rongga-rongga terjadi karena adanya pengaruh tangensial disamping adanya kontraksi pada waktu pendinginan batuan. Celah-celah ini kemudian diiisi oleh mineral yang dapat membentuk cebakan yang ekonomis. Ladder vein deposite terjadi pada joint/celah yang memotong dike bila dike vertikal maka celah horizontal. 

Contoh: 
  • The Morning Star Gold Bearing Dike di Victoria Australia 
  • Endapan Au di Alaska yang terdapat bersama pyrolusite, tourmalin (apecific catathermal disamping pengaruh albitasan) 
6. Pitches and Flat (Fold Cracks) 

Terjadi karena gaya penurunan sebuah sinklinal, sebagai lapisan sedimen dapat menjadi retak-retak. Dalam retakan dilalui larutan mineralisator sehingga terbentuk cebakan bahan galian. Cebakan ini umumnya pada daerah kapur dan dapat menghasilkan bahan yang ekonomis. 

Contoh: Pitches and flats Pb-Zn deposite di Missisipi Valley (galena) 

7. Breccia Filling Deposits 

Bentuk dan susunan cebakan ii tidak teratur rongga dan yang terjadi di sini dengan breccia berasal dari : 

a). Volcanic breccia deposit. terjadi karena aktivitas eksplosif gunung api dimana menghasilkan kepundan yang vertikal atau synklin yang kemudian diisi oleh breccia. Bahan galian terbentuk diantara fragmen batuan. 

Contoh: 
  • Tambang Au di Bull Domingo dekat Lake City Colorado. 
  • Tambang Cu di Braden Chili dengan kadar 2,3% Cu. Intrusi batuan andesite monzonite/porpyry dalam andesit lava berumur tersier. 
Mineralnya: Chalcopyrite, bornite, pegmatite, siderite, quartz, specularity, tourmaline. 

b). Collapse Breccia Deposite. Cebakan ini terjadi karene adanya guguran dari batuan yang masuk ke dalam larutan yang ada di bawahnya, sehingga terjadi batuan breccia yang mengandung rongga-rongga lapisan terjadinya mineralisasi dalam rongga tersebut. 

Contoh: 
  • Cebakan Cactus pipe di Utah AS. Mengandung Ag, Pb dan Zn 
  • Cebakan Zn di Appalachian AS dalam daerah kapur uang telah berubah menjadi dolomit, terdapat sebagai shpalerite dengan calsite yang mengisi batuan tersebut. 
c). Tectonic breccia deposite. Breccia terbentuk oleh adanya patahan sesar dan intrusi atau gaya-gaya tectonic lain sehingga didapatkan bermacam-macam bentuk breccia. 

Contohnya, cebakan Pb dan Zn di Arkansas dalam bentuk mineral sphalerite yang terjadi bersama-sama scondary chert/dolomite yang diselingi dengan quartz. Endapan ini terdapat dalam batu kapur orthovisium. 

8. Solution Cavity Filling 

Umumnya terjadi pada daerah kapur. Karena kerja dari air permukaan kapur yang mengandung CO2 sehingga melarutkan lapisan kapur yang terletak sebelah ata dari permukaan air tanah. Dalam rongga dapat terbentuk mineralisasi sehingga pengisian di samping dan seterusnya terjadi pelebaran pada rongga-rongga tersebut. Cebakan yang terjadi disebut ”Cave deposite”. 

Contoh:nya, Gua-gua yang terjadi di Wisconsin dan Illionis, terdapat Zn, Pb ore dan Oksida Cu, Pb, Zn, Vanadium dan logam-logam lainnya. 

9. Poreshace Filling 

Rongga tempat terjadinya bijih adalah pori-pori batuan, umumnya endapan minyak, gas alam dan air. Tetapi mungkin juga terdapat besi-besi. 

Contoh: 

cebakan Cu dalam pori-pori sand stone yang dikenal sebagai Red Bed Ores di Texas, Mexico, Arizona, Colorado dan Utah. 

10. Vesicular Filling 

Terjadi karena gas yang keluar ketika pendinginan yang basalt yang kemudian vesikular ini dapat diisi larutan hydrothermal yang membentuk bahan galian. 

Contohnya, cebakan Cu di Lake Superior yang telah ditambang sejak abad 17. Cu terbesar dalam batuan amydoloid. 


B. Replacement 

Proses yang penting bagi endapan epigenetic atau disebut juga metasomatic replecement mencakup pembentukan mineral pada pada suhu pypothermal, mesothermal dan terutama epithermal. Dalam proses ini terjadi pseudomorphose dengan adanya penggantian mineral, karena bertemunya mineralisator dengan mineral-mineral yang tidak stabil. Tempat mineral yang satu diganti dengan mineral yang lain karena pengaruh difusi dengan adanya gerakan ion-ion dalam larutan yang konsentras`inya berlainan. Pertimbangan replacement tergantung pada sifat-sifat fisik dan kimia dari batuan induk 

Proses replacement dibagi 3, yaitu: 

  1. Dimulai dari celah batuan. Dinding celah yang mula-mula direplace kemudian berlangsung terus-menerus ke dalam sampai pada batuan samping yang merupakan batas proses replacement. Proses ini menghasilkan ”massive ore body”. Contoh: Cebakan bijih Sulphida di Kennecott, Alaska. 
  2. Melalui suatu rekahan yang merupakan center, kemudian menyebar, sehingga dapat menyebabkan high grade ore body yang massive atau tak teratur. 
  3. Secara multiplace center, karena batuan sampingnya mudah diserap oleh larutan mineralisasi sehingga menimbulkan cebakan yang terpencar (dissominated ore). Proses replacement dapat juga terjadi karena adanya mineralisator yang berupa gas, uap, air panas dan pada suhu rendah dengan mineralisasi komponen sederhana. 
Bentuk endapan replacement disebut replacement vein. Dibandingkan dengan fissure vein, pengaruhnya lebih luas dan perubahannya tidak teratur. 

Contoh: Cebakan galena vein di Idaho. Lebar daerah mineralisasi 40”, dip 48o dapat diikuti sedalam 4500”. Kristalisasi terjadi karena intrusi dua batuan monzonite. Umur paefaceus ke dalam formasi fine grade silicated quartzcite. 

Cebakan yang terbentuk dari replacement dapat dibagi atas: 
  • Massive deposite 
  • Replacement Lode deposite 
  • Disseminated deposite


4. Sedimentation 

Endapan sediment adalah endapan yang terbentuk dari proses pengendapan dari berbagai macam mineral yang telah mengalami pelapukan dari batuan asalnya, yang kemudian terakumulasi dan tersedimentasikan pada suatu tempat. 

Endapan sedimentasi dapat dibagi menjadi: 

A. Proses pembentukan endapan residu 

Pada prinsipnya pembentukan endapan residu akan terbentukjika ada sumber, dimana sumber batuan berasal dari batuan yang sifatnya pembawa mineral / unsure seperti Ni, Fe, Cr, Ti, Pt, Co, C, Al ,Cs, unsure tanah jarang dan yang lainya .Bisa juga terbentuk dari mineralisasi primer seperti endapan magmatik awal atau ensdapan magmatik akhir (cromit, nikel, magnetit, titan dan lainya). Sumber untuk pembentukan endapan residu umumnya berasal dari batuan pembawa seperti granit, granodiorit batuan beku ultra basa serta endapan mineralisasi. 

Perbedaan yang paling mendasar dari pembentukan endapan residu dengan endapan magmatik awal, magmatik akhir dan hidrotermal adalah tekanan dan temperature pembentukan, dimana pembentukan endapan ini tidak dipengaruhi oleh tekanan dan temperature yang berasal dari magma. 

Pembentukan endapan residu dipengaruhi oleh gaya-gaya geologi yang bersumber dari luar bumi (eksogen), khususnya pelapukan kimia dan fisika pelapukan akan berlangsung pada seluruh batuan dan endapan mineralisasi yang telah tersingkap dipermukaan bumi, dimana intensitas pelapukannya sangat ditentukan oleh komposisi kimia dari endapan mineralisasi, serta iklim yang yang berlangsung didaerah tersebut, khususnya curah hujan. 

Selain iklim dan komposisi kimia batuan, yang berpengaruh terhadap pelapukan kimia, factor lainnya adalah komposisi fisik batuan, struktur geologi, porositas dan tektonik. 

Hubungan iklim dengan komposisi kimia batuan, dimana untuk iklim tropis dengan curah hujan tinggi, maka pelapukan kimia dan fisik akan maksimal. Pada batuan atau mineralisasi yang bersifat basa – ultrabasa, bila kontak dengan udara atau air hujan akan terjadi pada pelapukan kimia dan fisiknya yang maksimal. Sedangkan batuan yang bersifat asam sampai dengan intermedier bila terjadi kontak dengan udara dan air hujan pelapukan yang terjadi tidak semaksimal seperti batuan yang bersifat basa-ultrabasa. Kondisi ini sesuai dengan reaksi bown’s yang mana batuan yang bersifat basa-ultrabasa terbetuk duluan dan akan melapuk lebih dulu dibandingkan dengan batuan yang mengandung mineral asam–intermedier.air hujan relative melarutkan mineral karena air hujan mengandung CO2 dan sedikit asam dari atmosfir. 

Hubungan sifat fisik batuan, struktur dan tekstur dengan pembentukan endapan residu, bila struktur geologinya rapat (patahan dan rekahan) dan porositas tinggi, maka pelapukan kimia dan fisika akan maksimal, dibandingkan struktur yang jarang dan porositas yang kecil. Hal ini disebabkan air hujan akan terakumulasi baik pada struktur geologi rapat dan porositas yang tinggi. 

Hubungan kondisi tektonik dengan pembentukan endapan residu adalah pada daerah dengan kondisi pengangkatan berangsur, setelah pengangkatan awal yang terletak pada lereng topografi yang tidak kritis, maka hasil pelapukan akan tebal, sebab fluktuasi permukaan air tanah akan berangsur dan membentuk penampang pelapukan akan menebal sampai ratusan meter. 

Pelapukan pada pembentukan endapan residu ini sebagai: 
  • Menghancurkan (Pelapukan Fisik, kimia, dan biologi), memeindahkan dan mengumpulkan. 
  • Mengubah material kurang berharga menjadi material berharga. 
  • Melepaskan mineral aksesoris yang resisten melalui proses desintegrasi mineral batuan disekitarnya. 
Kondisi pelapukan batuan terhadap endapan bijih dan non logam dipengaruhi oleh pH dan eH dari media penyebab dan lingkungannya. Dimana untuk batuan yang tersusun oleh mineral-mineral mafic, Plagioklas basa dan batuan karbonat akan intensif dipengaruhi oleh air hujan yang bersifat asam. Kondisi ini disebabkan oleh pembentukan batuan tersebut, terutam batuan beku ultra basa. Terjadi peda lingkungan basa dan temperature tinggi (1500 C) sedangkan air hujan bersifat asam, sehingga kondisi ini bertolak belakang yang menyebabkan batuan mudah mengalami pelapukan. 

Kehadiran mineral-mineral/unsur-unsur tertentu pada hasil pelapukan berhubungan erat dengan mobilitas mineral-mineral tersebut terhadap proses pelapukan normal. Presentase kehadiran unsure-unsure logam, non logam dan unsure lain dipengaruhi oleh mobilitas dan ketahanan mineral terhadap proses reduksi, oksidasi, karbonisasi, berat jenis serta posisinya terhadap zona pelapukan. Dibawa zona oksidasi maka unsure yang memiliki mobilitas lebih tinggi dan tidak terpengaruh oleh proses oksidasi serta memiliki berat jenis lebih besar akan lebih benyak dijumpai. 

Setelah endapan bijih terbentuk, dan kemudian tersingkap di permukaan, maka akan mengalami pelapukan yaitu pelapukan fisik dan kimia. Jika pelapukan kimia dominant dan proses erosi relative tidak mempengaruhi, maka akan terbentuk endapan residu dibagian atas endapan bijih. Akibat pengaruh pelapukan terhadap endapan bijih, maka akan terbentuk zona pelapukan. Konsentrasi endapan residu, Jika kondisinya ideal maka akan terbentuk penampang lengkap, bila tidak ada bagian yang tererosi. 

Bagian atas dari zona pelapukan endapan bijih/mineralisasi, disebut gossan, yang merupakan bongkah-bongkah mineralisasi. Daerah ini terjadi jika telah mengalami pengangkatan, dilanjutkan proses pelapukan dan erosi. Setelah pembentukan gossen, maka pada bagian bawahnya akan terbentuk zona pelindian atau pencucian, kemudian akumulasi dari bijih –bijih primer yang mengalami proses oksidasi yang kemudian akan membentuk mineral-mineral oksida skunder seperti limonit, hematite atau pun mineral-mineral sulfide lainnya. Zona oksidasi merupakan zona pengayaan mineral-mineral oksida sekunder. 

Setelah pembentukan zona pelindihan dan zona oksidasi, maka selanjutnya adalah proses pelarutan garam-garam dan asam sulfat yang berlangsung dibawah muka air, dimana zona ini merupakan zona sulfidasi atau zona pengkayaan supergene, mineral-mineral yang terbentuk pada zona ini adalah sulfide skunder, mialnya kalkosit(Cu2S). Reaksi-reaksi kimia terhadap mineral-mineral primer yang terkonsentrasi pada endapan bijih akan terjadi pada zona oksidasi dan sulfidasi. 

Akibat adanya proses pelindihan menyebabakan migrasi logam-logam tertentu damapak dari pelarutan mineral-mineral primer sulfide, akan meninggalkan jarak berupa rongga-rongga yang merupakan tempat keberadaan awal mineral – mineral primer. 

Endapan konsentrasi residu, umumnya terjadi terhadap endapan mineral primer, porfir, vein, dessiminated, dan replacement. Beberapa contoh endapan residu antara lain: endapan residu nikel residu besi, residu managan, residu alumunium dan lain-lain. 


B. Pembentukan Endapan Alluvial 

Setelah batuan pembawa unsure mineral terbentuk dan tersingkap, karena pengaruh iklim menyebabakan batuana pembawa tadi mengalami desintegrasi dan dekomposisi, kondisi ini terus berlangsung sejak awal tersingkap hingga hingga keberadaannya saat ini, sehingga akan terbentuk endapan hasil pelapukan. Bila pelapukannya tidak tertransportasi maka akan terbentuk endapan residu, dan tertransportasi membentuk endapan alluvial atau endapan konsentrasi .pada proses pembentukan endapan konsentrasi diawali proses erosi terhadap material sumber yang mkengalami pelapukan dan masih kompak. 

Endapan alluvial adalah endapan hasil pelapukan yang mengalami erosi, tertransportasi dan sedimentasi, yang terakumulasi. Sumber endapan alluvial berasl dari hasil pelapukan daerah sepanjang sungai yang kemudian tererosi dan tertransportasi. Endapan sungai ini akan terakumulasi sejalan dengan berkurangnya gradient kemiringan sungai. Akumulasi endapan sungai ini dapat dijumpai dari hulu, hilir, muara sungai dan sepanjang garis pantai. 

C. Erosi Tertransportasi dan Sedimentasi 

Setelah material sumber endapan mengalami erosi, maka material ini akan tertransportasi oleh media air sepanjang sungai .Bentuk dasar sungai yang tidak rata, sebagai akibat terdapatnya endapan batuan/mineral-mineral yang resisten, akan menyebabkan perubahan kecepatan aliran sungai, perubahan ini akan menyebabka minerl-mineral berat yang awalnya tertransportasi akan mengendap dan terakumulasi pada bagian dasar sungai.mineral-mineral berat yang resisten terhadap perubahan fisik dan kimia ini antara lain: emas, casitrit, kromit, intan platina dll. Perubahan kecepatan aliran sungai ini akan meyebabakan pula pengandapan sediment lain akan bergradasi ke arah atas sesuai dengan berat jenis atau ukuran sediment tersebut. Sedimen yang memiliki berat jenis besar/ukuran besar akan terendapkan terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh sediment yang berat jenis dan ukuran yang lebih ringan. 

Kenampakan ini akan memperlihatkan suatu struktur yang disebut ‘gradede bedding”. 

Pada kondisi tertentu dimana aliran sungai sangat pekat dengan energi yang kuat (arus cepat), maka terjadi endapan yang sangat tidak teratur dan yang akan mengalami pengendapan pertama adalah material yang tertransport terlebih dahulu. 

Pada pengendapan emas skunder, umumnya akan berasosiasi baik dengan endapan alluvial yang berukuran bongkah-bongkah krikil, dan akan dijumpai hingga ’nugget’ dan peletit yang berukuran besar. 

Material yang tertransportasi dan tersedimentasi, terutama mineral-mineral bijih yang keras dan resisten memiliki nilai ekonomis yang tinggi, akan semakin berukuran kecil dan berbentuk membulat sejalan dengan jauhnya jarak transportasi. Mineral-mineral yang tersedimentasi di sepanjang pantai akan memiliki ukuran pasir (1/16 -2 mm) dan bahkan berukuran lanau–lempung. Sedangkan yang berukuran lanau–lempung adalah kasitrit dan bauxite. Endapan–endapan ini sangat dikontrol oleh arus sungai yang masuk ke laut dan pengaruh ombak serta pasang surut sebagai agen sedimentasi. 

Mineral-mineral lain yang terendapkan pada alur sungai seperti emas, intan, kasitrit, platina, kromit, besi, dan lainnya, akan terkonsentrasi pada sungai meandering baik pada bagian luar dan dalam. Endapan ini akan berkembang mengikuti perkembangan alur sungai purba hingga saat ini. 

Contoh endapan aluuvial yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia antara lain: 
  • Intan didaerah Martapura, Kalimantan. 
  • Emas didaerah kalimanatan, Sumatra jawa barat, Sulawesi, NTB dan NTT. 
  • Pasir besi di Jawa Tengah 
  • Kasitrit dipulau Bangka, Bintan, dan Singkep.


5. Contact Metasomatisma dan Metamorfisma

Dalam proses magmatic dimana adanya intrusi dari magma terhadap batuan sampingnya, maka oleh pengaruh kontak dari gas pada temperatur tinggi yang keluar dari magma, akan terjadi dua gejala yang penting. 

Effect gas panas ini menurut Barrel ada dua macam: 

1 Contact Metamorphism. Yaitu effect gas panas dan tekana tanpa diikuti penambahan material baru dari dapur magma. 

2 Contact Metasomism, yaitu effect gas panas diikuti penambahan material dari dapur magma. 

Penambahan pada contact metamorphism menimbulkan cebakan mineral yang penting, kecuali beberapa non metalicl deposite sepertri sillimanite, sedangkan dalam contact metasomisim dapat menghasilkan cebakan mineral yang berharga dan sifatnya lain sama sekali. 



1. Contact Metamorphisim dapat menyebabkan: 
  • Internal effect (endogene), yaitu effect yang terjadi pada batas tepi dari masa intrusi itu sendiri, hal ini terutama mengubah texture dari mineral – mineral pada daerah tepi tersebut. Kemungkinan dapat terjadi pegmatit mineral seperti tourmaline, beryl atau garnet. 
  • External effect (exogene), yaitu effect terhadap batuan yang diterobos oleh massa beku tersebut.

2. Contact metasomism. 

Disebut juga pneumatolitic proses. Dengan material tambahan yang dibawa serta oleh magma dimana oleh reaksi metasomism dengan batuan senntuhan disekelilingnya membentuk mineral-mineral baru pada keadaan temperatur yang tinggi. 

Syarat kondisi untuk terjadi metasomisma kontak : 
  • Type tertentu dari magma (komposisi intermed) grano deorite, biotite, quartz monzonite, manchoniten.
  • magma mengandung Rock Jarming mineral. 
  • kedalam cukup memadai, tidak terlalu dalam, cukup 4000-6500 jaraknya dari permukaan bumi pada temperatur 800 derajat celcius. 
  • bersentuhan dengan batuan yang relatifd seperti CaCo3. 

Gejala metasotisme kontak sering terlihat pada structure batuan seperti lapisan yang miring, retak, celah – celah dan patahan. 

Mineral – mineral yang dihasilkan oleh proses metasotisme kontak antara lain adalah : Magnite, hematite, chalcopyrite, bornite, pyrite, pyrolusite, spalerite, molybdenite, galena, caserite, wolframite, sckiste, graphite, massareno pyrite, mineral – mineral manganis. 

Metasotisme kontak terjadi dalam periode magmatis dimana cairan magma mengalami perubahan pengerutan/ penambahan atau pengantian bahan yang diperlukan oleh gas-gas cairan-cairan panas terbentuk mineral dengan komposisi tertentu. Bila proses ini dominat adalah gas-gas maka proses ”Pneumatolitis”. Bila oleh cairan panas ”Hydrothermal’. Dilihat kontak suatu bhaan intruisi ---- gejala pengaruh magmatis

Tuesday, 23 July 2013

Posted by ihsan On 22:31

Minyak Bumi merupakan campuran dari berbagai macam hidrokarbon, jenis molekul yang paling sering ditemukan adalah alkana (baik yang rantai lurus maupun bercabang), sikloalkana, hidrokarbon aromatik, atau senyawa kompleks seperti aspaltena. Setiap minyak Bumi mempunyai keunikan molekulnya masing-masing, yang diketahui dari bentuk fisik dan ciri-ciri kimia, warna, dan viskositas.

Salah satu teori terjadinya minyak bumi adalah teori “dupleks”. Menurut teori ini, minyak bumi terbentuk dari jasad renik yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang telah mati. Jasad renik tersebut terbawa air sungai bersama lumpur dan mengendap di dasar laut. Akibat pengaruh waktu yang mencapai ribuan bahkan jutaan tahun, suhu tinggi, dan tekanan oleh lapisan diatasnya, jasad renik berubah menjadi bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas.

Lumpur yang bercampur dengan jasad renik tersebut kemudian berubah menjadi batuan sedimen yang berpori, sementara bintik minyak dan gas yang terbentuk dari plankton bergerak “merembas” ke tempat yang bertekanan rendah dan terakumulasi pada daerah perangkap (“trap”) yang merupakan batuan kedap.
Pada daerah perangkap tersebut gas alam, minyak, dan air terakumulasi sebagai deposit minyak bumi. Rongga bagian atas merupakan gas alam kemudian bagian minyak mengambang di atas deposit air.

Gambar Cebakan minyak bumi di antiklinal 

Hasil peruraian yang berbentuk cair akan menjadi minyak bumi dan yang berwujud gas menjadi gas alam. Untuk mendapatkan minyak bumi ini dapat dilakukan dengan pengeboran. Beberapa bagian jasad renik mengandung minyak dan lilin. Minyak dan lilin ini dapat bertahan lama di dalam perut bumi. Bagian-bagian tersebut akan membentuk bintik-bintik, warnanya pun berubah menjadi cokelat tua. Bintink-bintik itu akan tersimpan di dalam lumpur dan mengeras karena terkena tekanan bumi. Lumpur tersebut berubah menjadi batuan dan terkubur semakin dalam di dalam perut bumi. Tekanan dan panas bumi secara alami akan mengenai batuan lumpur sehingga mengakibatkan batuan lumpur menjadi panas dan bintin-bintik di dalam batuan mulai mengeluarkan minyak kental yang pekat. Semakin dalam batuan terkabur di perut bumi, minyak yang dihasilkan akan semakin banyak. Pada saat batuan lumpur mendidih, minyak yang dikeluarkan berupa minyak cair yang bersifat encer, dan saat suhunya sangat tinggi akan dihasilkan gas alam. Gas alam ini sebagian besar berupa metana.

Sementara itu, saat lempeng kulit bumi bergerak, minyak yang terbentuk di berbagai tempat akan bergerak. Minyak bumi yang terbentuk akan terkumpul dalam pori-pori batu pasir atau batu kapur. Oleh karena adanya gaya kapiler dan tekanan di perut bumi lebih besar dibandingkan dengan tekanan di permukaan bumi, minyak bumi akan bergerak ke atas. Apabila gerak ke atas minyak bumi ini terhalang oleh batuan yang kedap cairan atau batuan tidak berpori, minyak akan terperangkap dalam batuan tersebut. Oleh karena itu, minyak bumi juga disebut petroleum. Petroleum berasal dari bahasa Latin, petrus artinya batu dan oleum yang artinya minyak.

Daerah di dalam lapisan tanah yang kedap air tempat terkumpulnya minyak bumi disebut cekungan atau antiklinal. Lapisan paling bawah dari cekungan ini berupa air tawar atau air asin, sedangkan lapisan di atasnya berupa minyak bumi bercampur gas alam. Gas alam berada di lapisan atas minyak bumi karena massa jenisnya lebih ringan daripada massa jenis minyak bumi. Apabila akumulasi minyak bumi di suatu cekungan cukup banyak dan secara komersial menguntungkan, minyak bumi tersebut diambil dengan cara pengeboran. Minyak bumi diambil dari sumur minyak yang ada di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi-lokasi sumur-sumur minyak diperoleh setelah melalui proses studi geologi analisis sedimen karakter dan struktur sumber.

Berikut adalah langkah-langkah proses pembentukan minyak bumi beserta gambar ilustrasi:

1.Ganggang hidup di danau tawar (juga di laut). Mengumpulkan energi dari matahari dengan fotosintesis.

2. Setelah ganggang-ganggang ini mati, maka akan terendapkan di dasar cekungan sedimen dan membentuk batuan induk (source rock). Batuan induk adalah batuan yang mengandung karbon (High Total Organic Carbon). Batuan ini bisa batuan hasil pengendapan di danau, di delta, maupun di dasar laut. Proses pembentukan karbon dari ganggang menjadi batuan induk ini sangat spesifik. Itulah sebabnya tidak semua cekungan sedimen akan mengandung minyak atau gas bumi. Jika karbon ini teroksidasi maka akan terurai dan bahkan menjadi rantai karbon yang tidak mungkin dimasak.

3. Batuan induk akan terkubur di bawah batuan-batuan lainnya yang berlangsung selama jutaan tahun. Proses pengendapan ini berlangsung terus menerus. Salah satu batuan yang menimbun batuan induk adalah batuan reservoir atau batuan sarang. Batuan sarang adalah batu pasir, batu gamping, atau batuan vulkanik yang tertimbun dan terdapat ruang berpori-pori di dalamnya. Jika daerah ini terus tenggelam dan terus ditumpuki oleh batuan-batuan lain di atasnya, maka batuan yang mengandung karbon ini akan terpanaskan. Semakin kedalam atau masuk amblas ke bumi, maka suhunya akan bertambah. Minyak terbentuk pada suhu antara 50 sampai 180 derajat Celsius. Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan tercapai bila suhunya mencapat 100 derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah karena cekungan itu semakin turun dalam yang juga diikuti penambahan batuan penimbun, maka suhu tinggi ini akan memasak karbon yang ada menjadi gas.
4. Karbon terkena panas dan bereaksi dengan hidrogen membentuk hidrokarbon. Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk yang telah matang ini berupa minyak mentah. Walaupun berupa cairan, ciri fisik minyak bumi mentah berbeda dengan air. Salah satunya yang terpenting adalah berat jenis dan kekentalan. Kekentalan minyak bumi mentah lebih tinggi dari air, namun berat jenis minyak bumi mentah lebih kecil dari air. Minyak bumi yang memiliki berat jenis lebih rendah dari air cenderung akan pergi ke atas. Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk batuan yang menyerupai mangkok terbalik, maka minyak ini akan tertangkap dan siap ditambang.

Minyak bumi terbentuk melalui proses yang sangat lama, sehingga minyak bumi di kelompokkan sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Oleh sebab itu, penggunaan minyak bumi harus tepat guna dan hemat.

Sumber (deposit) minyak bumi di Indonesia umumnya terdapat di daerah pantai atau lepas pantai, yaitu pantai utara Jawa (Cepu,Wonokromo,Cirebon), daerahSumatera bagian utara dan timur (Aceh,Riau) , daerah Kalimantan bagian timur (Tarakan,Balikpapan), dan daerah Papua.

Minyak dari daerah pengeboran umumnya diangkut dan diolah di tempat-tempat pengilangan minyak atau diekspor langsung sebagai minyak mentah. Tempat pengilangan minyak di Indonesia, antara lain Pangkalan Brandan dengan kapasitas olah 5000 barel/hari, Plaju dan Sungai Gerong (132.500 barel/hari), Dumai dan Sungai Pekning (170.000 barel/hari) , Cilacap (3000.000 barel/hari), Balongan Cirebon.

Sumber:
  1. Bahan Kuliah dan Tugas
  2. Sumber1
  3. Sumber2
  4. Sumber3

Friday, 5 April 2013

Posted by ihsan On 07:57
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis atau bidang didalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang terlibat di dalam lipatan adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau foliasi. Lipatan merupakan gejala yang penting, yang mencerminkan sifat dari deformasi ; terutama, gambaran geometrinya berhubungan dengan aspek perubahan bentuk (distorsi) dan perputaran (rotasi).

Struktur Lipatan juga adalah peristiwa deformasi ada lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan. Gerakan pada lapisan bumi yang tidak terlalu besar dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan lapisan kulit bumi berkerut atau melipat, kerutan atau lipatan bumi ini nantinya akan membentuk pegunungan lipatan yang dinamakan antliklinal, daerah lembah (sinklinal) yang sangat luas dinamakan geosinklinal.

Lipatan dapat terbentuk karena proses/pengaruh gaya-gaya seperti:

- Tektonik
- Gaya berat (pelengseran)
- Akibat pengaruh-pengaruh setempat
- Kompaksi
- Intrusi batuan beku dalam
- Injeksi garam (diapir)

Lipatan dijumpai dalam berbagai bentuk (geometri) dan ukuran yang biasa disebut sebagai “fold style”. Variasi geometri lipatan terutama tergantung pada sifat dan keragaman bahan dan asal kejadian mekanik pada saat proses perlipatan.

Secara umum terdapat “antiform” (bentuk tertutup keatas ) dan “synform” (bentuk tertutup kebawah). Suatu antiklin adalah bentuk lipatan dengan bagian lapisan tertua pada inti (sisi cekung permukaan lipatan) sedangkan sinklin dengan bagian termuda pada inti.

Pada perlipatan unsur-unsurnya dapat ditunjukkan pada suatu lipatan. Beberapa titik perlipatan di permukaan dideskripsikan seperti pada gambar 
  • Hinge point
Titik maksimum pelengkungan pada lapisan yang terlipat.
  •  Crest
Titik tertinggi pada lengkungan.
  • Trough
Titik terendah pada pelengkungan.
  •  Inflection point
Titik batas dari dua pelengkungan yang berlawanan.



Pada gambaran tiga dimensi, tempat kedudukan dari hinge-point pada satu permukaan lipatan akan berupa garis yang disebut sebagai hinge-line atau sumbu dari lipatan (fold-axis). Demikian pula titik-titik crest dan trough, yang merupakan perpotongan dari garis pada bidang perlipatan, yaitu crestal-line, dan trough-line, yang sejajar dengan sumbu perlipatan. Tempat kedudukan dari titik dan garis ini bergantung pada orientasi dari permukaan lipatan terhadap bidang horisontal. Unsur-unsur lipatan yang umumnya dapat dideskripsikan kedudukannya diantaranya adalah :

  • Fold axis (sumbu lipatan/hinge line)
Garis maksimum pelengkungan pada suatu permukaan bidang yang terlipat.
  • Axial plane (bidang sumbu)
Bidang yang dibentuk melalui garis-garis sumbu pada satu lipatan. Bidang ini
tidak selalu berupa bidang lurus (planar), tetapi dapat melengkung lebih umum
dapat disebutkan sebagai Axial surface.
  • - Fold limb (sayap lipatan)
Secara umum merupakan sisi-sisi dari bidang yang terlipat, yang berada diantara
daerah pelengkungan (hinge-zone) dan batas pelengkungan (inflection line).


Berdasarkan bentuk lengkungannya, Struktur lipatan dapat dibagi dua, yaitu: Lipatan Sinklin dan Lipatan antiklin. Lipatan Sinklin adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan yang cembung ke arah bawah.

  • Perlipatan Antiklin di lapangan




  • Perlipatan Sinklin di lapangan

  • Perlipatan Monoklin dilapangan



Macam Macam Perlipatan
Lipatan dapat dibagi lagi berdasarkan porosan lipatan atau garis sumbu dan bentuknya, sebagai berikut:
1.Lipatan Paralel
2.Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak lapisan sejajar dengan sumbu utama;
3.Lipatan Harmonik atau disharmonik adalah lipatan yang tidak teratur karena lapisannya tersusun dari bahan-bahan yang berlainan;
4.Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya;
5.Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang planar;
6.Lipatan isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar yang disebabkan oleh tekanan yang terus menerus;
7.Lipatan klin bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh permukaan planar;
8.Lipatan tegak adalah lipatan yang garis sumbunya membagi secara simetris atau sma besar antara antiklin dan sinklin;
9.Lipatan miring adalah lipatan yang garis sumbunya tidak simetris, membentuk sudut;
10.Lipatan menggantung adalah lipatan mirip lipatan miring tetapi bagian puncaknya terdorong sangat tinggi sehingga bentuknya seperti menggantung;
11.Lipatan rebah adalah lipatan yang tertekan terus menerus menyebabkan puncaknya melandai seperti rebahan;
12.Lipatan kelopak adalah lipatan yang bagian dalamnya bekerja daya tekanan dan sayap tengah tidak menjadi tipis;
13.Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang terbentuk sebagai akibat seretan suatu sesar.